Senin, 15 Juni 2020

SIPUT DAN KATAK (FABEL)

Siang masih saja, tanpa ada mentari yang sanggup menyilaukan mata. Rerintik hujan kembali membasah tanah pekarangan rumah. Siput yang sedari tadi berteduh di balik daun pisang, kembali menampakkan diri sebab hujan terlalu lebat baginya. Untung saja rumahnya dibawa ke mana-mana, jadi tak kuatir hilang ataupun tertelan guyuran hujan yang semakin lebat saja. 

Katak itu masih saja bernyanyi dalam lagu yang akrab kukenal. Katak mendendangkan lagu kesayanganku, meneduhkan kedamaian di alam ini. Bibiku semalam bercerita jika kala itu, saat masih kecil, Bibi sering bermain di danau buatannya dan kawan-kawannya. Sesekali danau itu diisinya dengan ikan yang diambilnya di tambak tetangga sebelah rumah. Maklum, Bibiku memimpikan punya kolam ikan, namun apa daya, halaman rumah tak seberapa luasnya. Terkadang banyak siput yang harus dihalaunya sebab geli jika melihatnya. Lain dengan katak-katak yang riang gembira meramaikan suasana. Bibiku senang sekali dengan nyanyian katak-katak itu.

Suatu hari, Bibi mengetahui, ada seorang Bapak yang membawa banyak katak di karungnya. Saat ditanya, untuk apa katak-katak itu? Si Bapak berkata, akan dijualnya di luar kota. Ah, masa iya, apa laku, ya? Bisik hati kecilnya. Ternyata katak-katak itu telah menjadi santapan orang kota sebagai makanan bernutrisi yang dikatakan untuk penambah stamina. Bibi marah dalam hati, namun apa dikata, Bibi tak bisa berbuat apa-apa. Bibi masih kanak-kanak. Bibi amat menyayangkan jika banyak katak yang akan dimakan oleh manusia.

Begitu juga dengan siput-siput yang dijumpainya di pekarangan rumah. Rupanya sudah tak tampak juga di sana. Maklum, ada yang mengambilnya untuk dibawa juga ke kota. Siput-siput dimakan juga oleh orang kota. Ya, apa daya, Bibi hanya bisa melihat, dan iba dengan katak dan siput. Mengapa nasibnya sama juga jadi santapan orang-orang kota. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar